Banyak orang
yang menyepelekan dan tidak mengetahui hakikat tauhid, ketika ada
majelis ilmu yang membahas masalah tauhid mereka mengatakan “ kajiannya
kurang enak “ “ yang dibahas itu-itu saja “ “ kajiannya berat “ dan
banyak lagi perkataan-perkataan yang dijadikan alasan seolah-olah mereka
sudah menguasai atau tidak mau tahu masalah tauhid. Alasan-alasan
seperti itu dapat kita jawab, bukankah tauhid adalah misi utama para
Rasul Allah untuk manusia, seluruh para nabi dan rasul mengusung satu
tujuan yakni ,mendakwahkan tauhid, lantas mengapa kita meremehkannya
atau tidak mau mengkajinya, bukankah Rasulullah pernah bersabda :
“Iman
memiliki lebih dari 70 cabang atau lebih dari 60 cabang, cabang yang
paling tinggi adalah perkataan: ‘Laa ilaaha illallaah’, yang paling
rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan dan malu adalah
salah satu cabang Iman.” ( HR. Muslim ) ( Lihat Madaarijus Saalikiin
(III/462), cet. Daarul Hadits)
Imam
an-Nawawi Rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengingatkan bahwasanya cabang-cabang keimanan lainnya tidak akan
sah dan tidak diterima kecuali setelah sahnya cabang yang paling utama
ini (tauhid).
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menuturkan: “Tauhid adalah kunci pembuka dakwah para Rasul.”
Dengan
penjelasan imam nawawi dan Imam Ibnul Qayyim rahimahumullah di atas,
masihkah kita merasa tabu terhadap tauhid, marilah kita untuk
bermuhasabah, sudah benarkah tauhid kita…?
MAKNA TAUHID
Tauhid
adalah mengesakan atau meyakini keesaan Allah dalam penciptaan, ikhlas
beribadah kepadaNya, serta menetapkan bagiNya Nama-nama dan
Sifat-sifatNya. Dengan demikian, tauhid ada tiga macam: Tauhid Rububiyah
( penciptaan ), Tauhid Uluhiyah ( peribadatan ) serta Tauhid Asma' wa
Sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu memiliki makna yang
harus dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara ketiganya. (
kitabut tauhid syaikh al fauzan )
TAUHID RUBUBIYYAH
Yang
dimaksud tauhid rububiyyah adalah mengimani keesaan Allah dalam hal
penciptaan, dan seluruh ciptaan Allah disebut makhluq, langit, bumi,
gunung, hewan, manusia, jin, malaikat, matahari, bulan, planet-planet,
awan, angin, tumbuhan dan seluruh yang ada di langit dan bumi itu
seluruhnya Allah azza wajalla yang menciptakannya, Allah berfirman:
“
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya
pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam." [Al-A'raf: 54]
Allah
menciptakan semua makhlukNya di atas fitrah pengakuan terhadap
rububiyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menye-kutukan Allah dalam
ibadah pun, mereka mengakui keesaan rububiyah-Nya. Allah berfirman:
"Artinya : Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka ( orang –orang musyrik ) akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka ( orang-orang musyrik ) akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al-Mu'minun: 86-89]
"Artinya : Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka ( orang –orang musyrik ) akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka ( orang-orang musyrik ) akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" [Al-Mu'minun: 86-89]
“
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu
mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar).” ( Al-Ankabut : 61 )
Dan
perlu kita ketahui dan wajib kita imani bahwa yang memberi rizki,
menghidupkan, mematikan, menutup siang kepada malam, menurunkan hujan,
menumbuhkan tumbuhan, itu semuanya hanya Allah lah yang memiliki
kekuasaan seperti itu, Allah berfirman:
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, ..." [Hud : 6]
“
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang
ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau
keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang
Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." [Ali Imran: 26-27]
Allah menyatakan pula tentang keesaanNya dalam rububiyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
“ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." [Al-Fatihah: 2]
“ Allah menciptakan segala sesuatu ..." [Az-Zumar: 62]
Jenis
tauhid ini diakui semua orang. Tidak ada umat mana pun yang
menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakuiNya,
melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan
para rasul yang difirmankan Allah:
" Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?" [Ibrahim: 10]
Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir'aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakiniNya. Sebagaimana perkataan Musa alaihis salam kepadanya:
" Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan binasa". [Al-Isra': 102]
Ia juga menceritakan tentang Fir'aun dan kaumnya:
" Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya." [An-Naml: 14]
" Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?" [Ibrahim: 10]
Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir'aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakiniNya. Sebagaimana perkataan Musa alaihis salam kepadanya:
" Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir`aun, seorang yang akan binasa". [Al-Isra': 102]
Ia juga menceritakan tentang Fir'aun dan kaumnya:
" Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya." [An-Naml: 14]
Maka
jika kita tidak mengimani itu semua maka kita kufur dan menyebabkan
kita semua keluar dari islam. Namun banyak sekali manusia yang
menyepelekan hal ini terutama dalam masalah rizki. Seakan-akan ia tidak
percaya bahwa Allahlah yang memberi rizki, mereka menempuh jalan-jalan
yang tidak Allah ridhai, bahkan tidak sedikit mereka berani meninggalkan
perintah Allah hanya demi pekerjaannya ( na’udzubillah ). Mereka
meninggalkan shalat, melepas jilbabnya dan lain sebagainya. Mereka takut
jika dipecat maka dia akan mati kelaparan, ingatlah wahai saudaraku,
renugkanlah firman Allah berikut:
“
Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus)
rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ( QS. Al-Ankabut : 60 )
Binatang
saja yang tidak memiliki akal dan tidak beribadah seperti kita, Allah
masih memberi mereka rizki. Andai saja rezeki diperoleh hanya dengan
kekuatan niscaya hanya gajah dan singa yang dapat bertahan hidup di
dunia ini, andai keberhasilan dan rezeki didapat hanya karena kepandaian
saja niscaya keledai ( symbol binatang paling bodoh ) tidak akan bisa
hidup bertahun-tahun. Namun kenyataanya bukan hanya gajah yang mampu
bertahan hidup tapi semut sekalipun dapat bertahan hidup dan keledaipun
yang merupakan binatang terbodoh, bayangkan, sudah dia itu binatang yang
tidak punya akal, paling bodoh pula, tapi kenyataanya mereka mampu
hidup bertahun-tahun lamanya.
Dan
bukan hanya itu saja, banyak manusia yang entah sadar atau tidak mereka
sering mengatakan “ saya sembuh oleh obat ini dan itu “ bukankah yang
memberi kesembuhan itu Allah, maka katakanlah “ Allah telah menyembuhkan
saya lantaran obat ini dan itu “.
TAUHID ULUHIYYAH
Tauhid uluhiyah adalah
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang
disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut,
tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut)
inabah (kembali/taubat) dan segala sesuatu yang disandarkan sebagai
bentuk peribadahan. Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai
rasul yang pertama hingga yang terakhir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah thaghut itu'." [An-Nahl : 36]
"Artinya : Dan Kami tidak mengutus
seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku'." [Al-Anbiya' : 25]
Dan diwahyukan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus:
"Artinya : Katakanlah,
'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama'." [Az-Zumar : 11]
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam sendiri bersabda:
"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
"Artinya : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Disebut tauhid uluhiyyah,
karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya,
"Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah). Juga
disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba)
yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka
kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah
tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat
dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada
makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan
mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa
baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di
dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan
kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan
berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada
orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu,
di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]
"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]
"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]
"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].
"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151] (kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan )
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]
"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]
"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]
Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]
"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].
"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151] (kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan )
Maka dari itu seluruh amal
perbuatan yang bersifat ubudiyyah ( peribadatan ) tidak akan diterima oleh
Allah kecuali dengan tauhid yang benar. Seperti halnya orang-orang musyrikin
yang menyembah berhala dan pada hakekatnya mereka pun bertujuan beribadah
kepada Allah namun mereka tidak mentauhidkan Allah maka amalannya tertolak.
Karenanya Allah telah berfirman:
Dan siapakah yang lebih sesat daripada
orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat
memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari
(memperhatikan) do'a mereka. [Al Ahqaf:5].
Begitulah Allah mensifati
orang yang menyembah berhala dan berdo’a kepada selain Allah, mereka
bertawassul kepada patung-patung, berhala, kuburan orang-orang shalih seperti
yang dilakukan pada zaman Nabi Nuh alaihis salam.
Dan merupakan syarat
diterimanya suatu ibadah adalah:
1.
Ikhlas
Maksudnya
ialah mengikhlaskan seluruh amal ibadah kita hanya untuk Allah bukan yang lain.
Syarat ini adalah syarat mutlaq karena yang memberi pahala hanyalah Allah, jika
kita tidak mengikhlaskan untuk Allah, lantas siapa yang akan memberi anda
pahala. sebagaimana
firman Allah,
“Hanyalah bagi Allah agama
yang murni”. (QS. Az-Zumar : 3).
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidaklah mereka itu
diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan
agama untuk-Nya semata-mata, berdiri lurus dan menegakkan shalat serta
menunaikan zakat dan yang sedemikian itulah agama yang benar."
(al-Bayyinah: 5)
dan dalam hadits qudsiy Allah berfirman:
Rasulullah bersabda: Allah
berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat ( sekutu ), maka
barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya
tersebut (juga) kepada selainKu maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk
yang dia syarikatkan” (HR. Ibnu Majah 2/1405 no. 4202, dan ia adalah hadits
yang shahih, sebagaimana perkataan Syaikh Abdul Malik Ar-Romadhoni, adapun lafal
Imam Muslim (4/2289 no 2985) adalah, “aku tinggalkan dia dan kesyirikannya”)
2.
Ittiba’
Yang
dimaksud dengan ittiba adalah beribadah sesuai apa yang Rasulullah ajarkan
padanya, Allah berfirman:
“ …apa-apa yang diberikan
Rasul kepadamu, ambillah, dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah… “ (
Al-Hasyr : 7 )
Katakanlah ( wahai
muhammad ): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Ali
Imran : 31 )
"Dan sesungguhnya di
dalam pribadi Rasulullah itu merupakan ikutan -teladan- yang baik bagimu semua,
juga bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir."
(al-Ahzab: 21)
Dan
Rasulullah bersabda:
Dari Abu Najih al-'Irbadh
bin Sariyah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. pernah memberikan wejangan
kepada kita semua, yaitu suatu wejangan yang mengesankan sekali, hati dapat
menjadi takut karenanya, air matapun dapat bercucuran. Kami ( para sahabat ) lalu
berkata: "Ya Rasulullah, seolah-olah itu adalah wejangan seorang yang
hendak bermohon diri. Oleh sebab itu, berilah wasiat kepada kita semua!"
Beliau s.a.w. bersabda: "Saya berwasiat kepadamu semua, hendaklah engkau
semua bertaqwa kepada Allah, dan mendengar dan mentaati ulil amri ( pemerintah
) sekalipun yang memerintah atasmu itu seorang budak Habsyi. Karena
sesungguhnya, barangsiapa yang masih hidup panjang -berumur panjang- diantara
engkau semua itu ia akan melihat berbagai perselisihan yang banyak sekali. Maka
dari itu hendaklah engkau semua mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah
Arrasyidun yang memperoleh petunjuk , gigitlah ia dengan gigi-gigi gerahammu
yakni pegang teguhlah itu sekuat-kuatnya. Jauhilah olehmu semua dari melakukan
perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu
kebid'ahan itu adalah sesat." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan
Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
Dari
nash di atas, jelaslah bagi kita untuk mengikuti apa yang diajarkan dan
diperintahkan Rasul kepada kita dan meninggalkan apa yang ditinggalkannya, dan
tidak boleh bagi kita untuk mebuat dan melakukan cara-cara baru dalam beribadah
yang Allah dan RasulNya tidak pernah mengajarkannya karena itu sia-sia belaka,
kita beribadah tetapi tidak ada landasannya maka ia tertolak, sebagaimana
ancaman Rasulullah, beliau bersabda:
“ barangsiapa yang beramal
suatu amalan yang bukan dari kami maka amalan itu tertolak “ ( HR. Muslim )
“ barangsiapa yang mebuat
perkara baru yang bukan berasal dari urusan kami ( agama islam ) maka ia (
amalan itu ) tertolak.” ( HR. bukhari )
Kedua
syarat di atas adalah harga mati bagi kita, jika satu saja tidak kita penuhi
maka apapun amalan kita akan menjadi sia-sia. Jika kita beribadah dengan ikhlas
namun tidak ittiba’ maka kita berbuat sesuatu yang menyelisihi sunnah, jika
kita beribadah sesuai sunnah rasulullah namun tidak ikhlas karena Allah maka
ibadah kitapun tertolak, maka dari itu ikhlas dan ittiba’ haruslah bersandingan
tidak bisa dipisahkan. Itulah barometer ibadah kita.
Asma’ wash shifat
Tauhid asma’ wash shifat Yaitu
menetapkan nama-nama dan sifat-saifat untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai
dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diriNya maupun yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ; serta meniadakan
kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diriNya,
dan apa yang ditiadakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. (Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan II/17-18 )
Adapun prinsip dalam masalah
asma’ wash shifat adalah Kita menetapkan segala nama dan sifat yang telah Allah
tetapkan untuk diriNya dan yang telah ditetapkan oleh RasulNya Shallallahu
'alaihi wa sallam, juga tanpa tahrif, ta'thil, takyif, dan tamtsil. . (Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan II/17-18 )
Tahrif
Yang dimaksud dengan Tahrif
adalah menyimpangkan makna atau sifat Allah dari yang sebenarnya tanpa dalil.
Sebagai contoh yang dilakukan oleh orang-orang mu’tazila terhadap sebagian ayat
Al-qur’an, dimana arti sesungguhnya adalah seperti dzahirnya tapi mereka
menggantinya dengan kekuasaan atau yang lainnya, contoh:
“ Allah bersemayam di atas
Arsy’ ( ar-rahman : 5 ) “
Kalimat istiwa’ ( bersemayam
) di dalam ayat tersebut mereka ganti dengan istaula ( tinggi ), sedangkan
tidak ada satupun ulama ahli tafsir yang berpendapat atau terlebih menggantinya
demikian, para mufassirin memahami dan membiarkan apa adanya tanpa menggantinya,
karena orang mu’tazila tidak mau menerima Allah itu bersemayam karena
bersemayam itu untuk makhluk, maka kita jawab, Allah sendiri yang menshifati
seperti itu dan adapun bersemayamnya Allah itu tidak sama dengan makhlukNya,
bukankah kita punya penglihatan dan Allahpun punya, apakah anda mau
menghilangkan sifat melihatnya Allah karena makhluk memilikinya, yang jadi
perbedaan adalah penglihatan kita berbeda dengan penglihatan Allah. Allah
berfirman:
“ laitsa kamitslihi syai’un, ( tidak ada
yang serupa denganNya ) ( asy syura’ : 11 )
Ta’thil
Ta'thil yaitu meniadakan atau
menolak adanya nama-nama atau sifat-sifat Allah, baik sebagian atau secara
keseluruhan.
Takyif
Takyif adalah menentukan atau
menanyakan hakikat tertentu dari sifat-sifat Allah. Contoh Allah bersemayam di
atas Arsy’, kita imani bahwa Allah bersemayam di atas Arsy tanpa menanyakan
bagaimana Allah bersemayam atau menentukan bersemayamnya Allah tanpa dalil.
Contoh yang lain Allah memiliki tangan, Allah berfirman:
“…tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka…”
( al-ma’idah : 64 )
maka kita imani Allah
memiliki tangan namun janganlah kita menanyakan atau memikirkan atau bahkan
menentukan sendiri tangan Allah seperti
apa, apakah berjari lima atau tidak.. ini yang menjadi masalahnya, tugas kita
hanya mengimaninya saja. Karena pada dasarnya, masalah tauhid asma’ wash shifat
itu bersifat taukifi ( berdasarkan dalil ), jika tidak ada dalil yang
menerangkan maka kita wajib berdiam diri atasnya tidak boleh mengira-ngira.
Tamtsil
Tamtsil yaitu menyamakan atau
menyerupakan nama atau sifat Allah dengan nama atau sifat makhlukNya. Karena
ini bertentangan dengan firman Allah:
“..tidak ada yang serupa denganNya..” (
asy syura’ : 11 )
Bagaimana tidak, makhluk
dengan makhluk saja berbeda, tangan manusia dengan tangan kera berbeda,
begitupun kaki manusia dengan kaki sapi pun berbeda, ini makhluk dengan
makhluk, bagaimana dengan sang Khaliq, tentu akan lebih jauh berbeda lagi.
sumber: Sunnahismylife.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar