Jika kita tela’ah dengan seksama, dalam semesta fana ini
terselip ribuan keajaiban, tertata dengan details rapi, dari peristiwa
di subuh hari hingga bongkahan fajar menjadi saksi hari berikutnya. Di
permukaan planet yang terhampar, nuansa ayat-ayat menaburkan jutaan
inspirasi bagi manusia yang berfikir untuk tunduk dan terus merunduk
bertasbih, berserta semesta raya memuji dan mengagungkan-Nya.
Dentaman ayat-ayat itu hanya diperlihatkan kepada mereka yang sering
terdiam dalam tafaqur memanjakan matanya dalam sujud, mendekatkan
dirinya, menajamkan hatinya yang terus melembut, mengiringi jiwa yang
senantiasa bersenandung bergetaran takut dan tunduk kepada raja alam
semesta, pemilik rahasia alam ruh, alam rahim, pengusa langit dan bumi,
penguasa hari mahsyar, dan raja diraja di hari akhirat yang kekal Rabbul
Izzati Allah SWT.
Waktu yang tak letih berdetak, matahari yang tak pernah enggan
bersinar, bulan dan bintang yang tak pernah mengantuk, angin yang tak
lelah memangku awan-awan baik hitam atau putih, air yang tak pernah
mengeluh atau rumput-rumput penyabar.. dan pucuk-pucuk yang mengintip
diranting pepohonan, setia menanti musim berganti hingga semi menebar
bunga-bunga.
Penghuni langit yang tak pernah membangkang, ulat yang berdzikir,
semut yang bertasbih dan semesta alam yang tunduk atas ketetapan
masing-masing. Mereka tidak berkata-kata tapi terus memuji dan tunduk
terhadap pencipta-Nya. Semua keindahan dunia fana ini terhimpun dalam
satuan waktu yang mengagumkan. Cinta, kebahagiaan dan berbagai bahasa
dalam nuansa-nuansa diterbarkan sebagai Rahmat-Nya yang memenuhi setiap
lintasan peristiwa peristiwa-peristiwa.
Kebahagian mulai ditebarkan kepada setiap jiwa yang mampu terbangun
di subuh hari, menikmati secangkir pagi lalu berlomba-lomba menelusuri
siang hingga malam menyelimuti dan kemudian terlelap lagi menunda
harapan.
Kita memang tidak akan pernah bisa menggenggam dunia dengan segala
usaha kita, kita tidak akan pernah bisa meraih bulan kepangkuan, namun
kita bisa cukup berbahagia di bawah naungan cahanya. Dunia ini telah
Allah SWT hamparkan dengan begitu luasnya. Dihiasi detakan waktu yang
tak pernah berhenti mengitari, ada begitu banyak hal mengagumkan
disetiap penciptaan-Nya. Dari hal-hal besar hingga detail-detail
kecilnya.
Hal tersebut tentu diciptakan bukan tanpa tujuan, semua terbingkai
rapi dalam tirai Hikmah-Nya. Semakin banyak keagungan yang kita lihat
dan rasakan, semakin tertanam kekaguman dan kecintaan kita terhadap
pencipta-Nya.
"Semakin banyak kita mengenali kebaikan seseorang yang kita
cintai, semakin dekat hati kita kepadanya. Namun kemudian, semakin dekat
kita kepadanya, semakin rentan kita mengetahui kekurangannya. Lalu
tiba-tiba saja, bulir-bulir kekecewaan tumbuh seiring keburukan demi
keburukan yang kita ketahui darinya".
Begitulah cinta yang biasa, karena manusia memang tidak sempurna.
Berbeda jauh saat kita mencoba mengenal Allah yang Maha Sempurna.
Semakin banyak hal yang kita ketahui tentang-Nya, semakin tertanam rasa
cinta, kedekatan itu akan membuat kita semakin dekat, tak ada noda hitam
yang mungkin mengotorinya. Karena di sana tak akan pernah ada
keburukan, dialah Dzat Yang Maha Suci.
Ilmulah yang kemudian akan membukakan mata hati, menuntunnya untuk
melihat keMaha luasan Ilmu Dzat Sang Maha Ilmu. Hingga ruh itu mendekat
dan semakin mendekat lagi. Semakin banyak hal yang kita ketahui tentang
Ilmu-Ilmu-Nya, semakin kita tersadar bahwa ternyata masih bayak, begitu
banyak hal yang belum kita ketahui.
Namun jangan terburu berkata cinta, mungkin itu dusta saja. Kenali
saja dahulu hingga kejujuran membuktikannya, karena cinta memang tak
sekedar hanya kata. Makna cinta lebih tinggi dari dari berbagai
deskripsi-deskripsi, ia merupakan inti dari kesempurnaan hagia hati
seorang hamba yang luas tanpa batas.
Cinta adalah bahasa, peristiwa hadirnya satu getaran di antara tebing
harap dan ketakutan. Ketakutan akan kehilangan dan harapan untuk selalu
dalam hangatnya kebersamaan, disana disebuah lembah bernama mahabah.
Adalah dusta saja, berkata cinta namun tidak mengerti apa-apa tentang
yang ia cintai. Cinta hanya akan terlahir dari pengenalan dan
pemahaman, sebuah kejujuran bahwa ia memang butuh. Sangat butuh dan
teramat butuh. Cinta itu tidak pernah memaksa untuk taat, namun perasaan
butuh itulah yang kemudian melahirkan ketaatan dan kepatuhan.
Pada dasarnya semua manusia itu butuh dekat dengan rabb-nya, namun
tidak semua dari kita sadar dan menjaga kesadaran tersebut. Hingga
munculah prasangka, kegelisahan, kesengsaraan dan kematian hati. Di
sanalah selongsong tubuh itu berjalan sesuka hatinya. Jiwanya disibukan
dengan hal-hal sedehana yang kemudian membelit betisnya, bermadzhab
kebebasan dan memuja di lembah hina bernama dunia.
Adalah dusta saja jika berkata cinta namun rasa takut itu tidak
pernah hadir. Cinta akan membawa sang pencinta ridha kepada yang
dicintainya.
“Cinta Sejati adalah cinta yang senantiasa bersahutan,
berderu-deru dalam gemuruh ombak, beriak di gelisah lautan, diam dalam
ketenangan ikan-ikan, indah dalam kesedihan, nikmat dalam kekecewaan dan
tidak mati dengan kematian. Cinta yang akan tetap indah, meski terbagi
miliyaran angka tak terbatas semesta.. Itulah
Cinta yang terlahir dari kemilau cahaya Mahabbatullah, kenikmatan yang
hanya ada dalam istana hati yang megah dan kokoh bersama pilar-pilar
Iman”
Cinta itu datang merasuk dijiwa seorang hamba karena ia butuh, dan
kebutuhan kemudian akan membuatnya patuh. semakin butuh semakin patuh..
semakin cinta semakin tergantung semakin mesra semakin takut semakin
dekat semakin tenang semakin bebas dari penjara dunia.
Disanalah seorang hamba bahagia, bahagia dalam istana ketenangan yang
dibuatkan Rabb yang maha indah. Disanalah seorang hamba mampu tersenyum
saat ribuan panah mengarah mencoba melukai jasadnya. Tubuhnya bisa
terluka, tapi tidak hatinya, manusia boleh mencuri hartanya, kekayaan
intelektualitasnya, atau bahkan merugikan perniagaannya. Namun cahaya
dihatinya akan terus menebarkan bunga-bunga kebahagiaan yang menyala
disetiap sel dalam tubuhnya, disetiap pembuluh darahnya yang sejuk dan
disetiap aktifitas denyut nadinya!
Ia bahagia, karena pengetahuan didadanya telah kokoh bahwasannya,
perniagaan antara dia dan tuhannya tidak akan pernah mengenal rugi.
"Ketahuilah bahwa keletihan dan kelelahan itu akan tetap indah jika
niat dihati telah diperindah mahabah jauuuh sebelum bahasa untung dan
rugi duniawiyyah diperhitungkan".
Perniagaan dengan Allah itu tidak mengenal rugi, karena tidak mungkin
Tuhan yang maha kaya diatas segalanya ingin merugikan seorang hamba
lemah yang hanya berharap dan takut kepada-Nya.
Keindahan demi keindahan yang menaburi hati kita disetiap pencapaian
adalah bunga dari Al Haayaaati Dunia yang memang megah dan mempesonakan.
Namun keindahan demi keindahan yang terselip cantik diantara kekecewaan
dan kegagalan disetiap fase kehidupan adalah anugerah. Kesabaran adalah
rejeki ruhani yang akan kita temui disuatu hari yang kekal nanti.
Sementara kesedihan, kekecewaan, luka dan berbagai peristiwa yang
membuat hati kita runtuh dan terjatuh adalah cerminan kadar cinta kita
kepada dunia yang berlebih. Dimana kita lebih sakit dan kecewa ketika
kehilangan kehilangan dunia yang suram fatamorgana ketimbang kehilangan
akhirat yang abadi.
Seandainya kita tahu bahwa bunga digenggaman itu akan layu, maka kita
tidak akan pernah memetiknya. Namun kebanyakan dari kita ingin segera
menghisap harumnya dan mengabaikan kesedihan tangkai yang menyangganya,
kesedihan daun daun rimbun yang mempercantik dan melindunginya dari
sengatan matahari. Kesedihan putik-putik yang berharap akan menjadi buah
dan menebar bunga-bunga lain dikemudian hari.
Kita sering tergesa, buru-buru menuduh dan menyalahkan orang lain
atas ujian yang menimpa diri kita. Padahal semua manusia sedang di uji,
baik sadar atau tidak. Bersyukurlah saudaraku, jika saat ini engkau
sadar bahwa Allah yang Maha Gagah sedang menyapamu dengan ujian! Hingga
engkau bisa berlama-lama, bermanjaan dan berdekatan dengan-Nya.
Cinta itu Butuh, Lalu Patuh.
Lihat dalam-dalam dengan hatimu, wajah orang yang paling kita cintai
saat ini. Jika dia telah tiada maka coba ingat-ingat kenapa dulu kita
mencintainya. Dalam beberapa menit saja kita akan menemui
jawabannya, benar kita mencintainya karena dia telah menggantikan banyak
hal yang tidak bisa kita lakukan, atau dengan kata lain dia banyak
memberi hal yang kita butuhkan.
Kita sangat menyadari bahwa dia adalah si pemberi 'kebutuhan' hingga
kita begitu bergantung kepadanya. kita merindukan kehadirannya dan
merasa berat untuk ditinggalkan, bahkan kita mengenangnya saat dia tidak
bersama kita. Jadi, kesadaran itulah yang membuat kita cinta
kepadanya. baik, sekarang saya bertanya; kenapa kita sangat mencintai
dan terikat kepada dunia ini padahal kita akan segera meninggalkannya
dalam beberapa puluh tahun kedepan?
Jawabannya mudah, namun sebenarnya bukan jawaban itu yang menjadi inti renungan yang ingin saya ketengahkan malam ini.
Mari kita sejenak ajak jiwa kita kembali kemasa lalu, saat kita masih
sering tertawa daripada merenungi masalah-masalah. saat kita masih
bebas dan tidak terikat banyak belenggu yang menjerat kaki kita. saat
itu kita mencintai ayah atau ibu kita, bahkan hingga saat ini ada yang
masih menjaga cinta itu. Kemudian ketika kita beranjak remaja, cinta itu
mulai berpindah, kita lebih mencintai seseorang yang mengerti perasaan
kita. kita lebih mencintai seseorang yang benar-benar menjawab cinta
kita.
Kenapa? Karena saat itu kita mulai memiliki 'kebutuhan' yang tidak
bisa dipenuhi orang tua kita. yaitu syahwat. Jadi kita lebih mencintai
'pacar' atau seseorang yang kita 'kagumi', meskipun hal itu salah.
Ketika kita beranjak dewasa, kita hampir benar-benar melupakan cinta
kita kepada orang tua yang melahirkan kita, kenapa?
Karena kita menemukan kebutuhan yang mencekik kita, istri, anak dan
banyak obsesi yang tidak bisa dipenuhi oleh orang tua kita. dan memang,
tugas orang tua kita disana selesai. Kita telah bebas menentukan
pilihan.
Cinta kepada orang tua dulu muncul karena mereka selalu memenuhi
kebutuhan kita, namun ketika mereka tidak lagi memenuhi kebutuhan mereka
dan kita tidak bergantung kepada mereka kemudian hati kita berpaling.
ini tentu dirasakan kebanyakan orang, dan saya sangat yakin. Padahal
tanpa orang tua, kita tidak akan ada. Pertanyaannya adalah, siapakah
yang menciptakan orang tua dari orang tua kita dari orang tuanya lagi?
Siapakah yang memenuhi, menjaga dan menghidupkan orang tua dari orang tua kita dari orang tuanya lagi?
Jawabannya adalah Allah. Lalu kenapa kita tidak mencintai Allah dalam
hati kita? Karena kita tidak menyadari bahwa Allah lah yang memenuhi
kebutuhan kita.
Apakah benar demikian? Tidak perlu banyak energi untuk menjawabnya,
baik itu menolak atau menerimanya. Ada saatnya kita jatuh
sejatuh-jatuhnya, saat itu tak ada satu mata pun memandang kita haru.
kita sangat sendiri dan banyak tamu yang berdatangan ke hati kita dan
kita tidka bisa menolaknya; sedih, takut, putus asa bahkan kadang benci
dengan kehidupan ini.
Benci kepada kehidupan ini artinya benci kepada penciptanya. Padahal
Allah azza wa jalla menatapi semua mahluk ciptaan-Nya dengan senyum
kerahmatan. Namun kita bahkan lupa, bahwa diatas sana masih ada satu
senyum?
Sampai kepada kesimpulan pertama bahwa kita mengakui, bahwa kita
tidak mencintai Allah saat kita mengeluhkan sesuatu tentang kehidupan
ini. Kenapa? Karena kita tidak menyadari bahwa Allah telah memberi
banyak hal untuk kita, padahal Allah lah penyebab kita masih hidup
hingga saat ini untuk merasakan manisnya Iman dan lezatnya Islam.
...
Draft Buku "RehabHati Qurani" - NAI 2013
Merasakan sensasi kesembuhan menakjubkan dimulai dari hati, A
spiritual Journey, sebuah tehnik, solusi dan technology ilahiyyah untuk
mengakses cahaya cinta dari langit dalam satu paket ikhtiar pembebasan
hati dari berbagai belenggu sihir negatif & kegelisahan dengan
metoda Quranic Healing yang Mutakhir dan Syar’iyyah
Nuruddin Al Indunissy
www.nai-foundation.com